Senin, 09 Januari 2012

PERBANDINGAN HUKUM DELIK PEMBUNUHAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM



Delik pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang menjatuhkan hak asasi  manusia oleh karenanya delik pembunuhan ini diatur dalam KUHP sebagai suatu  tindak pidana terhadap nyawa manusia. Begitu juga dalam hukum Islam, Pengaturan tentang delik pembunuhan ini diatur dalam Al Qur’an dan dipertegas oleh hadist, Keduanya mengatur tentang jenis delik pembunuhan, sanksi, serta bagaimana  pelaksanaan hukuman. Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum yang diterapkan adalah hukum peninggalan Belanda, yang pada kenyataanya  berbeda sekali dengan hukum Islam. Dalam hukum positif juga diatur mengenai delik agama, salah satunya Agama Islam yaitu dalam pasal 156a. KUHP “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, barang siapa dengn sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang ada pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ketuhanan Yang Maha Esa.” Walaupun secara spesifik tidak mengatur tentang delik pembunuhan, namun disitu membuktikan bahwa hukum positif juga mengakui keberadaan hukum Islam. Antara hukum  positif dan hukum Islam ada beberapa perbedaan dan persamaan khususnya dalam delik pembunuhan, baik dari segi pengaturan hukumnya, pengampunan oleh wali korban, dan dari segi fungsi pidana. Dari segi pengaturan hukumnya delik pembunuhan itu diatur dalam KUHP yaitu pasal 338 sampai pasal 350 dan pasal 359 “(L.N. 1960-1). Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.” sedangkan dalam hukum Islam sendiri diatur dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 178 ”hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishos berkenan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, Hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, maka hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, Dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih” , surat Al Isra’ ayat 31 dan 32, Al Maidah ayat 45, An Nisa ayat 92 serta hadist Nabi. Sedangkan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban untuk hukum positif sama sekali tidak bisa menghilangkan pidana hanya meringankan, Beda dengan yang diatur dalam hukum Islam, bahwasanya pengampunan itu menghapus pidana (qishas). Sedangkan persamaan dari segi pengampunan yang diberikan oleh wali korban adalah keduanya melibatkan penguasa dalam pelaksanaan hukuman. Untuk fungsi pidana ternyata antara hukum positif  dan hukum Islam tidak jauh berbeda yaitu fungsi pidana dalam hukum positif sebagai pembalasan bertujuan agar si pelaku tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut, sedangkan dalam hukum Islam tujuan tersebut dimasukkan dalam fungsi pencegahan. Selain itu dalam hukum positif tidak mencantumkan fungsi pidana sebagai suatu pengajaran, sedangkan dalam hukum Islam fungsi pengajaran bertujuan untuk memberi pengertian bahwa perbuatan tersebut tidak disenangi oleh Allah. Adapun persamaan fungsi pidana antara hukum positif dan hukum Islam, bahwa keduanya sama-sama setuju fungsi pidana ini bertujuan untuk menjaga kemaslahatan manusia, yang dalam hukum Islam menyangkut masalah Maqashid Al-Syari’ah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar