Minggu, 08 Januari 2012

10 Syuro


ADAT DIDESA KAJEN
PERINGATAN SURONAN ATAU 10 SURO / 10 MUHARAM

Tradisi 10 sura ini merupakan sebuah bentuk tradisi yang hidup dan berkembang di desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati yang diwariskan secara turun temurun dan dirayakan setiap tahun dimana penyampaiannya secara lisan dan merupakan milik bersama pendukungnya. awal mula dilaksanakannya tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-
Mutamakkin ini adalah untuk mengenang akan jasa-jasa beliau sebagai tokoh agama Islam dan menghargai jasa ilmu yang beliau turunkan. Fungsi dari tradisi 10 suro ini adalah sebagai penghormatan terhadap leluhur,sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, sebagai gotong royong dan kebersamaan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.
Tempat perayaan dan ritual ini berlangsung di makam syekh Kyai H. Ahmad Mutamakin yang berada di tengah-tengah desa Kajen dan sekitarnya.
Pelaksanaan 10 sura ini dimulai dari pembentukan panitia. Panitia ini ada dua yaitu panitia makam dan panitia desa. Setiap panitia mempunyai anggota dan tugas yangberbeda. Panitia makam yang terdiri dari keluarga besar dari keturunan Syekh Ahmad Mutamakin dan orang-orang pengelola makam. Panitia makam ini bersifat tetap dan ditunjuk secara turun temurun. Tugas dari panitia makam ini mengadakan ritual yang berada di pesareyan. Sedangkan panitia desa dibentuk dari instansi pemerintah desa dan disahkan oleh kepala desa. Tugas dari panitia desa mengadakan acara diluar makam yang bersifat pemeriahan misalnya diadakan karnaval, dan perlombaan bola voli, bulu tangkis dan tempat-tempat  para pedagang yang datang dan ikut memeriahkan tradisi ini. Panitia desa dalam mempersiapkan acaranya mendapatkan dana dari instansi pemerintah, swasta dan iuran masyarakat.
Persiapan untuk acara inti yang berada di makam atau waktu pelaksanaan
acara Khaul Syekh Ahmad Al-Mutamakkin oleh warga masyarakat desa Kajen
dan sekitarnya adalah dengan mempersiapkan besek dan ambengan. Setiap keluarga dengan sukarela membuat 3 besek dan ambengan yang kemudian diserahkan kepada panitia makam sebagai bancakan atau makanan bagi para peziarah nantinya.
Agar makanan dalam besek tersebut mendapat barokah bagi siapa saja yang
mendapatkannya maka sebelum dibagikan kepada peziarah, sebelumnya makanan
tersebut didoakan. Seluruh warga masyarakat yang berasal dari desa Kajen dan sekitarnya yang sengaja berkunjung pada acara ritual berlangsung akan
mendapatkan besek tersebut.
Tradisi ritual 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini didalamnya
terdapat bebarapa kegiatan yang dilaksanakan selama empat hari berturut-turut
yaitu mulai tanggal 6 Sura sampai pada penutupan yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Sura Kesemuanya yang merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Adapun rangkaian ritual keagamaan yang dilaksanakan antara lain; Tahtiman Al-Quran Bilghoib dan Binnadhor, buka selambu dan pelelangan, serta tahlil khoul.
Serangkaian ritual ini dimulai dengan manaqiban pembukaan di pesareyan pada tanggal 6 suro.
Acara yang kedua yaitu Tahtiman Al-Quran Bil-ghoib Acara ini
dilaksanakan pada tanggal 7 Sura.
Acara yang ke tiga Tahtiman Al-Quran Binnadhor pada tanggal 8 sura.
Tahtiamn dilakukan oleh khalayak umum dan dihadiri oleh para Kyai yang diundang dan juga masyarakat pendukung yang berasal dari desa Kajen dan sekitarnya, Para pendukung ritual. Tahtiman Al-quran ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, yang laki-laki bertempat di pesareya sedangkan yang perempuan bertempat disekitar pesareyan. Biasanya para warga desa kajen dan sekitarnya diminta bantuannya secara sukarela untuk menyediakan nasi besekan 3 besek untuk diberikan kepada para tamu yang datang.
Pada tanggal 9 suro Acara buka selambu (kain luwur) makam dan dilanjutkan acara pelelangan selambu makam Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini merupakan acara puncak. Tradisi ini dihadiri oleh semua orang dari berbagai kalangan. Sebelum acara buka selambu dimulai didahului dengan tahlilan terlebih dahulu. Setelah pelelangan biasanya para orang-orang yang mendatangi acara tersebut dan para zairin zairot berebut nasi ambeng yang telah didoakan terlebih dahulu. Diantara nasi ambeng itu terdapat piring panjang bekas tempat makan dari mbah mutamakin. Piring panjang tersebut juga diisi makanan yang dimasak dari kyai desa kajen dari salah satu keturunan mbah mutamakin yang menyimpan piring tersebut. Piring ini berbentuk bulat namun lebar. Selain pembagian makanan ada juga ritual meminum air oleh para tamu dengan menggunakan tempat minum yang dahulunya dipakai mbah mutamakin untuk minum yang terbuat dari kuningan.
Kemudian siang harinya acara pemeriahan suronan ini di adakannya karnaval dan pentas seni dari berbagai daerah sekitar pati, kudus, jepara dan sekitarnya.
Selanjutnya pada tanggal 10 suro merupakan acara penutupan dengan ritual manaqiban penutup dilanjutkan dengan tahlil.
Selain acara inti dari suronan tersebut biasanya perguruan-perguruan turut memeriahkan tradisi tersebut. Di Perguruan Matholiul Falah diadakannya Batsul Masail yng dihadiri para kyai-kyai dan di perguruan Salafiyah mengadakan pagelaran pentas seni dan budaya.

selain tradisi suronan ini ada juga yang namanya megengan. Tradisi ini merupakan tanda syukur yang diberikan oleh Allah kepada masyarakat. Megengan ini dilakukan pada bulan ruwah / sya’ban pada tanggal 20 keatas.
 Tradisi lainnya pada akhir bulan puasa atau Ramadhan para warga berziarah kepada makam-makam orang tua atau sanak saudaranya. Kemudian pada tanggal 1 syawal para warga desa Kajen dan luar desa Kajen melakukan silaturrahmi ke rumah-rumah para sesepuh atau kyai-kyai desa kajen setelah berma’afan dengan oaring tua dan sanak saudaranya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar