Senin, 09 Januari 2012

HUDUD dan TA"ZIR

HUDUD dan TA’ZIR

I. PENDAHULUAN
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.
Ulama membagi tindak pidana ( Jarimah) dalam lima katagori. 1. Katagori berat- ringannya hukuman, terdiri dari tiga jenis; Jarimah Hudud, Jariman Qishash, dan Jarimah Ta`zir. 2. Menurut niat pelaku. 3. Berdasarkan sikap berbuat. 4. Siapa yang menjadi korban. 5. Berkaitan dengan kepentingan umum.
Untuk mempersempit pembahasan maka disisni pemakalah hanya akan membahas masalah yang berkenan dengan hudud dan ta’zir saja.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela orang, menjadi saksi palsu dan suap.

II. PERMASALAHAN
1. Bagaimana perbuatan itu dikatakan sebagai jarimah ?
2. Apa yang dimaksud jarimah hudud dan ta’zir?
3. Macam-macam jarimah hudud dan ta’zir
4. Perbedan sanksi hudud dan Ta’zir
III. PEMBAHASAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Adapun aturan hukum maupun unsur-unsur perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah yaitu apabila memenuhi beberapa sarat atau unsur-unsur sebagai berikut:
 Unsur formal,yaitu adanya nas atau ketentuan yang menunjuknya sebagai jarimah. Unsur ini sesuai dengan prinsip yang menyatakan bahwa jarimah tidak terjadi sebelum dinyatakan dalam nas. Alasan harus adanya unsur ini antara lain firman allah dalam QS al isra:15 yang mengajarkan bahwa allah tidak akan menyiksa hambanya sebelum mengutus utusannya. Ajaran ini berisi ketentuan bahwa hukuman akan ditimpakan kepada mereka yang membangkang dari ajaran Rasul.
 Unsur materiil, yaitu adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan.
 Unsur moral, yaitu adanya niat pelaku untuk berbuat jarimah.unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliq, sehat akal, dan ikhtiyar(berkebebasan berbuat). dengan kata lain, unsure moral ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dibebankan atas orang mukalaf dalam keadaan bebas dari unsure keterpaksaan atau ketidaksadaran penuh. Hadis Nabi riwwayat Ibnu Majah dari Abu Dzarr mengajarkan bahwa Allah melewatkan hukuman terhadap umat nabi Muhammad karena salah(tidak sengaja), lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.
A. Jarimah Hudud
1. Pengertian
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Asy-Syafi’i rahimahullahu ta’ala berkata : “Hukuman had itu ada dua macam salah satunya adalah hukuman had yang Allah subhanahu wa ta’ala (Hak Allah) untuk sesuatu yang diininkan Allah dari penolakan sumpah oleh orang-orang yamg menipu dari padanya dan apa yang dilihat Allah dari mensucikannya dengannya atau lain demikian dimana Allah sendiri lebih mengetahui dengannya dan tidak ada bagi anak adam hak pada ini. Kedua hukuman had yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala kepada orang yang melaksanakannya dari anak adam. Yang demikian itu adalah ahak mereka. Dan kedua hak itu ada dasar dari kitab Allah Azza wa jalla. ”
Yang dimaksud hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Adapun dalil bahwa Allah memiliki hukuman had atau hak Allah terdapat dalam Al-Maidah, 33-34 yang artinya :
“ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnua dan membuat kerusakan dimuka bumi hanyalah mereka itu dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kakinya dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai penghinaan bagi mereka didunia dan diakhirat mereka itu memperoleh siksaa yang besar. Kecuali orang-orang yang taubat diantara mereka sebelum kamu dapat menguasai (menangkap mereka), maka ketahuilah Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang.”(al-Maidah : 33-34 )
Terdapat juga dalam al-Nur : 2 yang artinya
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari mereka seratus kalli dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu dari menjalankan agama Allah, jika kamu beiman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah pelaksaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Nur : 2 ).
2. Macam-macam jarimah Hudud
Pada hakikatnya, ada kebebasan untuk menetapkan hukum, akan tetapi hukum Allah swt. tetap dijadikan rambu dalam menegakkan keadilan, maka pemahaman jarimah hudud harus disikapi sebagai sebuah ijtihad Ulama terdahulu. Adapun macam-macam hukuman Hudud adalah sebagai berikut :
Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal, adalah alternatif hukuman terberat dan bersifat insidentil. Penerapannya lebih bersifat kasuistik, karena hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu dan masyarakat.
Qazf adalah menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa ada bukti yang meyakinkan. Jika tidak terbukti maka penuduh dikenai dera 80 kali. Dalam Islam, kehormatan, pencemaran nama baik adalah hak yang harus dilindungi, bukan sekedar karena kebohongan.
Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan. Dalam ijtihad, potong-tangan diberlakukan untuk pencuri professional. Dalam teori halah al-had al-a`la, hukum potong tangan dalam kejadian tertentu dapat digantikan dengan hukuman lain yang lebih rendah, tetapi tidak boleh diganti dengan yang lebih tinggi.
Hirabah adalah sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah hukuman bertingkat. Potong tangan karena mencuri, potong kaki karena mengacau, qishash karena membunuh, disalib karena membunuh dan mengacau, dan dipenjara bila mengacau tanpa membunuh dan mengambil harta.
Baghy adalah pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan kepada Imam yang sah tanpa alasan. Pemberontakan merupakan upaya melakukan kerusakan. Islam memerintahkan Pemerintah untuk berunding, dan diperangi apabila tidak bersedia kembali bergabung dalam masyarakat. Bahkan mayatnya tidak perlu dishalati seperti yang lakukan oeh Ali bin Abi Thalib.
Khamar (minuman memabukkan), diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan lainnya. Islam sangat memperhatikan kesehatan badan, jiwa dan kemanfaatan harta benda. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai hukum ta`zir .
Riddah, orang yang menyatakan kafir setelah beriman dalam Islam, baik dilakukan dengan; 1. perbuatan menyembah berhala, 2. dengan ucapan bahwa Allah mempunyai anak, atau 3. dengan keyakinan bahwa Allah sama dengan makhluk. Dalam Hadis, hukumnya dibunuh. Namun dalam pemahaman kontektual bahwa murtad, hanya dihukumi ta`zir, karena sanksinya bersifat Akhirat, murtad hanya dihukum jika mencaci maki agama, akan tetapi bisa dikenai hukuman mati dengan ta`zir jika terbukti melakukan desersi sedang Negara dalam keadaan perang.




B. Jarimah Ta’zir
1. Pengertian
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.
Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) dari ’azzara yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran kepada pelaku jarimah dengan tujuan membuatnya jera. Dan hukuman tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba atau sesama manusia.
Bisa dikatakan pula, bahwa ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nas atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannnya atau kadarnya, artinya untuk menentukan batas terendah dan tertinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa).
2. Macam-macam jarimah Ta’zir
a. Sanksi yang berkaitan dengan badan. Danksi ini ada dua yaitu hukuman mati danhukuman jilid.


1. Hukuman Mati
Madzhab Hanafi membolehkan sanksi ta’zir dengan hukuman mati dengan syarat bila perbuatan tersebut berulang-ulang contohnya mencuri yang dilakukan berulang-ulang. Syarat lainnya jika hukuman itu membawa maslahat bagi masyarakat.
Madzhab maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwa hukuman mati adalah sanksi tertinggi. Contohnya kepada orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, dan jika tidak dibunuh maka akan merusak bumi.
Seseorang yang melakukan jarimah jika sanksinya tidak berdampak apa-apa maka dapat dijatuhi hukuman mati. Penjatuhan hukuan mati juga harus dipertimbangkan betul-betul membawa kemaslahatan dan mencegah kerusakan yang menyebar di muka bumi.
2. Hukuman Jilid
Hadist yang menunjukkan bolehnya ta’zir dengan jilid adalah hadits abu Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi SAW. Berkata ” Seseorang tidak boleh dijilidlebih dari sepuluh kali cambukan kecuali dalam salah satu dari had Allah SWT”. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Burdah).
Jarimah yang dikenai hukuman ta’zir misalnya : percobaan Zina, orang-orang yang membantu perampokan, jarimah yang dijatuhi dengan had jilid tetapi terdapat syubhat.
Adapun jumlah jilid maksimal menurut madzhab Hanafi tidak boleh melebihi hukuman jilid had. Misalnya peminum khamar yang jilid hanya 40 kali maka jika di jatuhi ta’zir jilidnya 39 kali. Begitu juga pada kalanga madzhab syafi’i dan hanbali hukuman ta’zir dengan jilid tidak boleh lenih dari jilid had.
Sedangkan batas terendah dari hukuman ta’zir yang berupa jilid para ulam’ berbeda pendapat dalam menentuknnya, hal ini dikembalikan kepada ulil amri yang menentukan berapa kali jilidan yang harus dikenakan. Dan minimal memberi dampak preventif dan represif bagi umat.
b. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang. Dalam sanksi ini terdapat dua hukuman yaitu hukuman penjara dan pengasingan atau dibuang.
1. Hukuman Penjara
Hukuman penjara adalah berupa kurungan baik dirumah, di mesjid dan tenpat khusus yang disediakan. Hukuman penjara ini boleh dilakukan dengan dasar dalil dengan firman Allah yang artinya ” dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantra kamu yag menyaksikannya. Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian , maka kurunglah mereka dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS.an-Nisa’ : 15).
Hukuman penjara ada dua macam yaitu hukuman penjara yang dibatasi waktunya dan yang tidak dibatasi waktunya. Hukuman penjara yang dibatasi waktunya tidak ada kesepakatan dikalangan ulama’ karena hal ini dilihat dari jarimah yang dilakukan. Ada sebagian ulam’ yang berpendapat lamanya penjara adalah dua atau tiga bulan, ada juga yang berpendapat satu tahun. Dan tentang penjara yang tidak ditentukan lamanya para ulama ada yang berpendapat bisa berupa kurungan seumur hidup, bisa juga sampai orang yan dikurung sungguh-sungguh bertaubat.
2. Hukuman Pengasingan
Hukuman pengasingan ini diberlakukan kepada orang yan perbuatan jarimahnya membahayakan dan dikhawatirkan akan mempengaruhi orang lain, sehingga pelakunya harus dibuang atau diasingkan. Misalnya orang yang melakukan pemalsuan.
c. Sanksi berkaitan dengan harta
Menurut jumhur ulama’ ta’zir dengan harta ini boleh dilakukan tetapi dikalangan mereka berbeda-beda mengartikan diperbolehkannya ta’zir dengan harta. Ada yang berpendapat bahwa dibolehkannya menyita harta terhukum selama waktu tertentu, bukan dengan merampas atau menghancurkannya alasannya mereka berprinsip tidak boleh mengambil harta seseorang tanpa ada alasan hukum yang membolehkannya.
Ibnu Taimiyah membagi sanksi ta’zir yang berupa harta ini menjadi tiga bagian, yaitu menghancurkannya, mengubahnya dan memilikinya. Contoh sanksi ta’zir berupa penghancuran patung-patung milik orang islam yang membawa kemadharatan baginya atau alat-alat permainan dan tempat khamr. Contoh sanksi ta’zir yang berupa mengubah milik penjahat yaitu mengibah patung menjadi tempat bunga dengan cara kepalanya dihilangkan. Contoh sanksi ta’zir yang berupa pemilikan harta adalah keputusan Rasulullah melipat gandakan harta buah-buahan yang di curi oleh seorang pencuri sebagai denda.
d. Sanksi – sanksi ta’zir yang lainnya
Diantara sanksi-sanksi ta’zir yang tidak termasuk ke dalam ketiga kategori yang telah dikemukakan diatas adalah anatara lain :
1. Peringatan keras dan dihadirkan dihadapan sidang
2. Dicela
3. Dikucilkan
4. Dinasihati
5. Dipecat dari jabatannya
6. Diumumkan kesalahnnya

C. Perbedaan hudud dengan Ta’zir

a. Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.
b. Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material.
c. Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
d. Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.
IV. KESIMPULAN
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam hukuman had (khusus) atau takzir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling berat dalam hukum pidana Islam. Yang berhubungan dengan hak Allah adalah hukuman yang berkaitan dengan kepentingan umum, menyangkut kehidupan masyarakat dan ketenangan khalayak ramai. Sedangkan hak anak adam adlah hukuman yang berkaitan dengan masalah perorangan.
Jarimah hudud bisa berpindah menjadi jarimah ta’zir bila ada syubhat, baik shubhat fi al fi’li, fi al fa’il maupun fi al mahal. Demikian juga bila jarimah hudud tidak memenuhi syarat, seperti percobaan pencurian dan percobaan pembunuhan. Bentuk lain dari jarimah ta’zir adalah kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh ulil amri sesuai dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan hidup, memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar